Nurhalimah
Biologi-B/VII
Bukti Cerdasnya Kakatua Asal
Indonesia: Memecahkan Masalah Lima Lapis Permasalahan Tekhnis
Dalam sebuah percobaan, spesies burung
kakatua asal Indonesia ternyata mampu memecahkan masalah mekanik yang kompleks;
mengurai serangkaian kunci tahap demi tahap secara berurutan. Kemampuan
kognitif ini mengungkap tingkat kecerdasan
yang lebih dalam pada burung. Tim ilmuwan dari Universitas Oxford, Universitas
Wina dan Max Planck Institute, melaporkan hasil studinya dalam jurnal PLoS
ONE, di mana sepuluh ekor kakatua Goffin [Cacatua goffini]
dihadapkan dengan kotak teka-teki untuk dipecahkan. Makanan berupa kacang
sengaja diperlihatkan dari balik pintu transparan yang dibentengi lima
lapis perangkat yang terkunci; tiap-tiap perangkat dihadang oleh perangkat
terkunci berikutnya dalam satu rangkaian.
Untuk mencapai kacang itu, si kakatua
harus terlebih dahulu mencopot pin, lalu sekrup, baut, memutar roda 90 derajat,
dan kemudian menggeser gerendel ke samping. Salah satu burung bernama Pipin
berhasil memecahkan masalah tanpa bantuan dalam waktu kurang dari dua jam,
sedangkan beberapa burung lainnya harus dibantu, baik dengan memperlihatkannya
terlebih dahulu serangkaian kunci secara bertahap atau membolehkan
mereka menyaksikan rekan lain dalam menyelesaikan tugas.
Seekor burung kakatua
bernama Muppet tengah memecahkan masalah kunci jenis-baut. (Kredit: Alice
Auersperg) Para ilmuwan tertarik pada kemajuan burung dalam mencapai solusi,
dan pada apa yang diketahui burung setelah berhasil memecahkan tugas
secara penuh.
Tim riset menemukan
bahwa burung-burung itu bekerja dengan gigih untuk menyortir satu demi
satu kendala meski hanya diimbali kacang jika mereka sudah berhasil memecahkan
kelima perangkat. Burung-burung itu tampak memperoleh kemajuan seolah-olah
mereka menjalankan proses ‘putaran roda kognitif’: begitu menemukan cara untuk
menyelesaikan satu kuncian, mereka jarang menemukan
kesulitan saat kembali dihadapkan dengan perangkat yang sama.
Menurut para ilmuwan, ini konsisten dengan burung-burung yang memiliki sebuah
representasi tujuan yang mereka incar. Setelah kakatua menguasai seluruh
urutan, ilmuwan menyelidiki apakah burung-burung itu telah mempelajari
cara mengulang urutan tersebut atau malah merespon efek dari tiap-tiap kunci.
Mekanisme kunci
pada kotak teka-teki.(Kredit: Alice Auersperg). “Setelah mereka memecahkan
masalah awal, kami memberikan enam soal yang disebut ‘tugas transfer’, di mana
beberapa kuncinya harus dipasang ulang, dicopot, atau dibuat tak berfungsi,”
jelas Dr. Alice Auersperg, yang memimpin penelitian dalam Laboratorium Goffin
di Universitas Wina, “Analisis statistik menunjukkan bahwa mereka bereaksi
terhadap perubahan dengan sensitivitas yang tanggap terhadap situasi baru.”
“Kami tak dapat membuktikan bahwa
burung-burung ini memahami struktur fisik pada masalah seperti layaknya manusia
dewasa, namun dari perilaku mereka, kami dapat menyimpulkan bahwa mereka
sensitif terhadap bagaimana objek-objek bertindak satu sama lain, dan bahwa
mereka dapat belajar memperoleh kemajuan ke arah tujuan yang jauh, langkah demi
langkah, tanpa harus diimbali,” tutur Profesor Alex Kacelnik dari Departemen
Zoologi Universitas Oxford, penulis pendamping dalam studi ini.
Kakatua adalah
jenis burung berotak besar yang gemar bermain dan bersosial yang
tinggi.(Kredit: Alice Auersperg) “Burung yang secara tiba-tiba dan sering
melakukan perkembangan dan respon terhadap perubahan mendadak mengindikasikan
plastisitas perilaku dan memori praktis yang menonjol,” ungkap Dr. Auguste von
Bayern, penulis pendamping dari Universitas Oxford, “Kami yakin mereka
terbantukan dengan karakteristik spesies, seperti rasa ingin tahu, teknik
eksplorasi taktil dan ketekunan: kakatua mengeksplorasi objek di sekitarnya
dengan paruh, lidah dan kaki mereka. Berbeda dengan hewan yang mengekplorasi
objek secara visual, mereka mungkin tak pernah mendeteksi bahwa mereka bisa
menggerakkan kunci.” “Terlalu mudah untuk mengatakan bahwa kakatua memahami
masalah, namun klaim ini hanya akan dibenarkan jika kami dapat mereproduksi
rincian respon hewan terhadap sebuah muatan berdaya besar dari masalah-masalah
fisik yang baru,” tambah Profesor Kacelnik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar